Jumat, 19 Desember 2008

Aku Selalu Bersamamu

“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.”- (Yesaya 41:10)
Tahun 1989, gempa bumi yang dahsyat mengguncang Armenia. Guncangan yang hanya empat menit itu menewaskan lebih dari 30 ribu orang. Di tengah kepanikan, seorang ayah berlari menuju sekolah anaknya. Sampai di sana, dia mendapati gedung itu sudah rata dengan tanah.
Sambil menatap puing-puing sekolah, dia teringat janji yang pernah dia ucapkan kepada anaknya, “Apapun yang terjadi, Ayah selalu bersamamu.” Dia berlari ke pojok belakang gedung. Di situlah lokasi ruang kelas anaknya. Dia mulai menggali puing-puing.
Beberapa orangtua murid berusaha menghentikannya. “Sudah terlambat.” “Mereka sudah mati.” “Tidak ada gunanya.” Demikian kata mereka. Bahkan polisi dan pemadam kebakaran juga menyarankan ayah ini agar pulang saja.
Akan tetapi ayah itu tetap menggali reruntuhan. Dia menggali selama 8 jam… 12 jam… 24 jam… 38 jam, hingga akhirnya ketika menggulingkan sebongkan balok besar dia mendengar suara yang lemah.
“Armand!” Dia meneriakkan nama anaknya. “Ayah? Ini aku Ayah!” jawab anaknya,”Aku sudah bilang teman-teman, tidak usah khawatir. Ayah sudah berjanji akan selalu bersamaku.” (”Chicken Soup for the Soul.”)
Bapa di sorga sudah berjanji bahwa akan selalu menyertai kita. Dalam segala persoalan kehidupan, Bapa berjanji akan meneguhkan dan menolong kita. Dia bahkan mengulurkan tangan-Nya untuk menuntun kita dengan tangan kanan-Nya yang membawa kemenangan. Masalahnya, sama seperti anak kecil, kita sering enggan menyambut uluran tangan-Nya. Kita merasa mampu mengatasinya dengan kekuatan sendiri. Hingga akhirnya, ketika terantuk batu, barulah kita menangis dan mengadu pada Bapa kita.[Wwn]
SMS from God: “Allah sudah berjanji selalu menyertai kita. Sayangnya, kita sering mengabaikan kehadiran-Nya bersama kita.”

Anak-anak yang Dipandang Rendah

Ada orang bilang, masa anak-anak adalah masa yang menyenangkan karena masih polos dan belum mempunyai beban pikiran. Pernyataan ini tidak sepenuhnya benar. Jika kita tengok di simpang empat jalan atau di stasiun kereta api, kita akan mendapati anak-anak yang tidak bisa menikmati masa anak-anaknya. Mereka dikenal sebagai anak-anak kalanan. Ada yang terpaksa menggelandang karena tekanan ekonomi, ada pula yang kabur dari rumah karena tidak tahan mendapat siksaan orang tua.
Dari cerita mereka, kehidupan jalanan sungguh keras. Mereka yang mengais-kais makanan dengan menjadi pengamen atau pengasong itu harus selalu waspada dari kejaran petugas Tramtib. Jika tertangkap, maka siksaan fisik yang diterimanya. Mereka juga sering mendapat perlakuan seksual yang menyimpang. Itulah sebabnya, anak-anak jalanan sangat potensial tertular Penyakit Menulasr Seksual (PMS) dan HIV-AIDS. Dari cerita aktivis LSM, anak-anak jalanan sering kesulitan mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak karena mereka tidak mempunyai KTP. Tanpa KTP, jangan harap akan dilayani.
Dalam ayat nats malam ini, Tuhan mengingatkan supaya kita jangan meremehkan anak-anak. Sudahkah kita menghargai anak-anak? Bagaimana perhatian gereja Anda pada komisi Sekolah Minggu atau pelayanan anak-anak lainnya? Apakah dana dan fasilitas yang disediakan sudah memadai? Selain itu, di luar sana juga masih banyak anak-anak yang dipandang rendah oleh masyarakat dan negara. Apakah Anda akan ikut-ikutan memandang rendah mereka atau justru bersedia menjadi “malaikat” mereka?

BAPA DI SORGA TIDAK INGIN SATU ANAK PUN YANG HILANG